TUGAS IV ILMU BUDAYA DASAR
TUGAS
IV
ILMU
BUDAYA DASAR
FILSAFAT ISLAM AL-KINDI
Dosen : Auliya Ar Rahma
Oleh
Nama :
Muhammad Farhan Fauzan
NPM : 17114221
Kelas : 1KA08
SISTEM
INFORMASI
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER TEKNOLOGI INFORMASI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat mengerjakan suatu
makalah tentang ilmu budaya dasar ini dengan tepat waktu.
Dalam tugas ini saya
dapat menyelesaikan sebuah karya tulis dengan judul “Filsafat Islam Al-Kindi”. Tugas ini dibuat dalam rangka
memperdalam matakuliah ilmu budaya dasar. Saya menyadari bahwa baik isi maupun
penyusunan makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu segala saran, dan kritik
membangun sangat saya harapkan.
Demikianlah, semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak yang telah membacanya.
Demikianlah, semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak yang telah membacanya.
Bogor, 5 Mei
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pemikiran filosofis masuk ke dalam Islam
melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir Islam di Suria,
Mesopotamia, Persia dan Mesir. Pada masa Bani Umayyah pengaruh kebudayaan
Yunani terhadap Islam belum kelihatan.Pengaruh baru nyata kelihatan di masa
Bani Abbas, karena yang berpengaruh di pusat pemerintahan bukan lagi orang
Arab, tetapi orang-orang Persia yang telah lama berkecimpung dalam kebudayaan
Yunani. Filosof kenamaan yang pertama adalah Abu Yusuf Ya’kub Ibn Ishaq
Al-Kindi, Ia pandai berbahasa Yunani dan di Bagdad ia terbawa arus
penterjemahan yang sedang giat pada waktu itu. Sebagia penulis meragukan bahwa
ia juga menterjemahkan buku-buku filsafat, tetapi sekurang- kurangnya ia turut
memperbaiki terjemahan Arab dari beberapa buku.Disamping itu ia juga membuat
ringkasan dari beberapa karangan Aristoteles. Al-Kindi dalam teologi
Islam menganut aliran Mu’tazilah, karena ia adalah
satu-satunya filosof Islam yang berasal dari keturunan Arab, makaia disebut Failusuf
Al-‘Arab (Filosof Orang Arab).
BAB II
ISI
Filsafat
Islam Al-Kindi
Sejarah Hidup
Al-Kindi,
nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imron
ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah merupakan suatu
nama kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan
yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh
sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais,
yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan ayahnya.
Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan terhormat.
Ayahnya, Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan
Al-Mahdi dan Ar-Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima
khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al- Wasiq, dan
Al-Mutawakkil.
Dalam hal
pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan
teologi Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota kerajaan Bani
Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat
tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak heran
jika ia dapat menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu
pasti, ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat,
dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan
ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof
terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Faiasuf
al-‘Arab ( filosof berkebangsaan Arab).
Filsafat atau Pemikirannya
a.
Talfiq
Al-Kindi
berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat
adalah pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa
argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan
dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat
dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan
umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran
dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping
wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar
pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang
Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah
filsafat tentang Tuhan.
Dengan
demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah
mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping
itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan,
tentang ke-Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat
untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita
harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak
ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran itu
sendiri”. Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang
mengatakan dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab
kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika
diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan
orang yang memperdagangkan agama, dan pada akikatnya orang itu tidak lagi
beragama.
Pengingkaran
terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan
apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini
menurut Al-Kindi, tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena
hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri
perbedaaan antara keduanya, yaitu:
1)
Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar,
sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena
diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh
para Rasul dalam bentuk wahyu.
2)
Jawaban filsafat menunjukan ketidakpastian ( semu ) dan memerlukan berpikir
atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an
memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
3)
Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan
keimanan.
Walaupun
Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak
mendewa-dewakan akal.
b.
Jiwa
Tentang
jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan
mulia. Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan
sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa
nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling
berhubungan dan saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi
tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan
pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan
pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang
pendapat Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena
jiwa adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya
membentuk kesatuan isensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan
jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah
kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya
jiwa. Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal
dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: daya
bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah
qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena
diqadimkan oleh Tuhan.
3.
Moral
Menurut
Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa
sorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk
diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam
para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang
memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam
negara. Ia merasa diri korban kelaliman negara seperti Socrates. Dalam
kesesakkan jiwa filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih
kekangan, keberanian dan hikmak dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi,
tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara. Sebagai filsuf, Al-Kindi
prihatin kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian secara
wajar. Karena itu dalam akhlak atau moral dia mengutamakan kaedah Socrates.
BAB
III
KESIMPULAN
Sejarah intelektual di dunia Islam
yang mana sumbangannya tidak bisa dipungkiri, tetapi disisi lain, filsafat juga
dianggap unsur luar yang mengacak-acak ajaran Islam. Bisa jadi, ini karena
watak filsafat itu sendiri. Filsafat, apapun nama dan bentuknya, adalah
keberanian untuk mempertanyakan kebenaran-kebenaran yang dalam pandangan umum
telah diyakini kebenarannya. Watak “subversif” filsafat ini juga bisa juga
ditemukan dalam filsafat islam.
Kita ketahui bersama bahwasanya
filsafat di bagi atas beberapa periode, periode pertama yang merupakan awal
munculnya filsafat yaitu berasal dari Yunani, karena di sana terdapat beberapa
orang yang cenderung menggunakan otak sebagai landasan berpikir. Tokoh – tokoh
seperti Socrates, Plato dan Aristotales. Periode kedua yang merupakan masa
pertengahan adalah filsafat Islam. Filsafat Islam klasik mulai berkembang pada
masa al-Kindi, yang mana menurut Sulaiman Hasan bahwasanya tidak ada seorangpun
filosof Islam kecuali al-Kindi, karena baginya ia merupakan seorang filosof
pertama dalam Islam begitu juga merupakan filosof Arab pertama. Dalam
pengembangan filsafatnya al-Kindi mengikuti falsafah Arestoteles. Hal itu bisa
dibuktikan dari buku-buku filsafat yang dikarang oleh al-Kindi lebih banyak
mengarah pada buku-buku karangan Aristotales.
Yang mana pemikiran al-Kindi dalam
filsafat sendiri meliputi:
1. Talfiq, Al-Kindi berusaha memadukan
(talfiq) antara agama dan filsafat.
2. Filsafat termasuk humaniora yang
dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan
yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar,
dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
3. Jawaban filsafat menunjukan ketidak-pastian ( semu ) dan
memerlukan berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat
dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan
menyakinkan dengan mutlak.
4. Filsafat mempergunakan metode
logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan.
5. Tentang jiwa, menurut Al-Kindi;
tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi ruh
berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan
cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan
berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah.
Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling
memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari
badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah.
6. Moral, Menurut Al-Kindi, filsafat
harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof
wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri
(Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
\https://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/
Komentar
Posting Komentar